“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah itu adalah perbuatan najis termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya syetan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat kepada Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(Qs. al-Maa’idah [5]: 90-91).
“Membiasakan diri (minum) khamer seperti menyembah berhala.” [HR Ibnu Majah]
“Jauhilah khamer, karena sesungguhnya khamer itu adalah pembuka bagi setiap kejahatan.” [HR. al-Hakim, lihat dalam Al Mustadrak, jld. III, hal. 145]
Ibnu Abbas meriwayatkan hadits yang artinya:
“Barang siapa yang meminumnya (khamer), (sangat mungkin) ia menzinai ibunya.”
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan Rasulullah Saw. berkata: “Telah diharamkan khamer”
“Setiap yang memabukkan itu adalah khamer, dan setiap khamer itu haram.” [HR. Muslim dan Daruquthni]
“Sesungguhnya Allah mengharamkan khamer.” [HR. Muslim]
penjelasan Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau bersabda:
“Diharamkannya khamer karena bendanya, banyak maupun sedikit. Juga (diharamkan) yang memabukkan dari setiap minuman.” [HR. An-Nasa'i dengan sanad hasan, Sunan An Nasa’i VIII hal 320 dan 321]
Ibnu Umar meriwayatkan, ketika surat an-Nisaa’ [4]: 43 (larangan mabuk pada waktu shalat) diturunkan, dikatakan oleh Rasulullah Saw.:
“Diharamkan khamer karena zatnya.” [HR. Abu Daud]
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir, bahwa ada seorang laki-laki dari negeri Yaman bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang sejenis minuman yang biasa diminum orang-orang di Yaman. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan ‘mazr’. Rasulullah Saw. bertanya kepada laki-laki tersebut, “Adakah ia memabukkan?” Orang itu menjawab, “Ya.” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, artinya, “Setiap yang memabukkan adalah haram. Allah berjanji kepada orang-orang yang meminum minuman yang memabukkan, bahwa Dia akan memberi mereka minuman dari thinah al-khabal.” Ia bertanya, “Apa itu thinah al-khabal, ya Rasulullah!” Rasulullah Saw. menjawab, “Keringat ahli-ahli neraka atau perasan tubuh ahli neraka.”
Dalam al-Sunan terdapat hadits yang diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Sesungguhnya dari anggur itu bisa dibuat khamer, dan dari kurma itu bisa dibuat khamer, dari madu itu bisa dibuat khamer, dari gandum itu bisa dibikin khamer dan dari biji syair itupun bisa dibuat khamer.”
Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu musa al-Asy’ariy bahwa ia berkata, “Saya mengusulkan kepada Rasulullah Saw. agar beliau memberikan fatwanya tentang kedua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al-bit’i dan al-murir. Yang pertama dibuat dari madu yang kemudian dimasak dengan dicampur unsur lain. Yang kedua terbuat dari gandum dan biji-bijian yang telah dicampuri dan dimasak. Wahyu yang turun kepada Rasulullah Saw. ketika itu belum lengkap dan sempurna. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, artinya, ‘Setiap yang memabukkan adalah haram.’”
Diriwayatkan dari Ali, bahwa Rasulullah Saw. telah melarang mereka minum perahan biji gancum (bir). [HR. Abu Daud dan an-Nasa’i]
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik.” (Qs. al-Nahl [16]: 67)
kaedah ushul fiqh, “Asal segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”
Imam Abu Daud dan lain-lain meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah Saw. bersabda artinya,
“Sesungguhnya orang yang memeras anggur pada hari-hari memetiknya kemudian menjualnya kepada orang yang akan menjadikan (perasan tersebut) sebagai khamer, sesungguhnya ia telah menceburkan dirinya ke dalam neraka.”
At-Tirmidzi dan an-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits, artinya, “Minuman yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga diharamkan.”
Abu ‘Aun al-Tsaqafiy meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin Syaddad dan Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda,
“Khamer itu diharamkan karena bendanya itu sendiri, sedangkan (diharamkan) mabuknya itu adalah karena hal lain.”
“Jika khamer berubah menjadi cuka, maka ia boleh dikonsumsi (cukanya).”
Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Abu Daud dari Anas bin Malik yang menceritakan bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Nabi Saw. tentang anak-anak yatim yang mendapatkan warisan khamer. Rasulullah Saw. bersabda, artinya,
“Tumpahkanlah khamer itu.” Abu Thalhah bertanya lebih lanjut, “Apakah tidak boleh aku olah menjadi cuka.” Nabi Saw. berkata lagi, “Jangan.” Hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dan at-Tirmidzi.
“Sesungguhnya arak, judi, berhala dan bertenung itu adalah najis, termasuk pekerjaan setan...” (Qs. al-Maa’idah [5]: 90).
Dalam kitab Subulus Salam disebutkan, “Sesungguhnya asal semua benda yang disebut itu adalah suci, sedangkan pengharamannya tidak menjadikan bahwa benda tersebut adalah najis. Contohnya, candu. Ia adalah haram, tetapi tetap suci. Sedangkan benda najis, selamanya adalah haram, tetapi bukan sebaliknya (yang haram itu najis). Menetapkan bahwa sesuatu benda adalah najis, sama artinya telah menetapkan bahwa benda tersebut adalah haram. Misalnya, emas dan sutera. Keduanya adalah benda suci berdasarkan syara’ dan ijma’. Akan tetapi diharamkan untuk memakai keduanya, bukan berarti bahwa keduanya adalah najis.” Demikian juga, khamer. Diharamkannya khamer tidak secara otomatis bahwa ia adalah najis. Penetapan bahwa khamer itu adalah najis, harus berdasarkan keterangan lain.” (Lihat dalam Sayyid Sabbiq, Fiqh Sunnah, bab Thaharah)
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid, dinyatakan bahwa tidak ada satupun dalil yang menyatakan bahwa khamer adalah najis.
Dari Anas ra.
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. melaknat dalam khamer sepuluh personel, yaitu: pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya” [HR Ibnu Majah dan Tirmidzi]
Dari Wail bin Hujr, bahwa Thariq bin Suwaid al-Ju’fi bertanya kepada Nabi Saw. tentang khamer, lalu Nabi melarang dia untuk menggunakannya. Lalu ia berkata, “Aku hanya menggunakannya untuk berobat.” Lalu Nabi Saw. menjawab, “Sesungguhnya khamer itu bukan obat, malah sebenarnya ia adalah penyakit.” [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud]
Dari Abu Darda’ dituturkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allahlah yang menurunkan penyakit dan juga obat. Dan ia mengadakan untuk setiap penyakit obatnya. Oleh karena itu berobatlah, namun janganlah berobat dengan barang haram.”
Dari Anas ra, bahwa Rasulullah Saw. pernah memberikan kelonggaran kepada Abdurrahman bin Aur dan Zubair untuk memakai baju dari sutra dalam perjalanan karena terkena penyakit gatal. [HR. Bukhari]
Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa ada sekelompok orang dari suku ‘Ukail dan ‘Uzainah mendatangi Rasulullah Saw. di Madinah dan menyatakan untuk masuk Islam. Namun, mereka akhirnya jatuh sakit. Selanjutnya, Rasulullah Saw. memerintahkan mereka untuk mencari onta, dan menyuruh mereka untuk meminum susu dan air kencingnya (lihat juga, di Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz III, hal. 109, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, “Untuk mengkompromikan hadits-hadits ini, maka pelarangan berobat dengan menggunakan benda najis dan haram, hanya sebatas dimakruhkan saja. Sebab, pelarangannya tidak bersifat pasti.”
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi, dan patung. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana menurut engkau bangkai yang digunakan untuk mengecat perahu, menghaluskan kulit, dan sebagai penerangan?’ Rasulullah menjawab, ‘Tidak boleh. Itu tetap haram’ kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan ‘Allah mengutuk orang Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak pada mereka. Mereka memperbaikinya, lalu menjual dan memakan hasilnya.’” [HR. Bukhari Muslim]
Ibnu Abbas ra. meriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengutuk orang-orang Yahudi. Diharamkan kepada mereka lemak, lalu mereka menjaual dan memakan hasilnya. Dan sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka haram pula bagi mereka hasil penjualannya.” [HR. Ahmad dan Abu Daud]
Imam Syaukani mengatakan bahwa, “Sesungguhnya setiap yang diharamkan Allah kepada hamba, maka menjualnya pun haram, disebabkan karena haramnya hasil penjualannya. Tidak keluar dari (kaidah) kuliyyah tersebut, kecuali sesuatu yang telah dikhususkan oleh dalil.” (Nailul Authar, jld. V, hal. 221). Karena itu pula, berkaitan dengan hadits yang diriwayatkan An Nasa'i dari Jabir tersebut beliau menganggap sebagai bentuk taqyiid dari dalil mutlak, yakni benda yang diharamkan tidak boleh diperjualbelikan kecuali anjing berburu (Nailul Authar, jld. V, hal. 222)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Said yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. berkata, ‘Wahai manusia, sesungguhnya Allah membenci khamer, dan semoga Allah menurunkan perkara tentang khamer, maka barangsiapa yang memilikinya, hendaklah ia menjual dan memanfaatkannya.’” Maka, tidak ada yang tinggal pada kami kecuali sedikit, hingga Rasulullah Saw. berkata: ”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer, maka barangsiapa masih menjumpai ayat ini, sedangkan ia masih memilikinya (khamer), maka hendaklah ia tidak meminumnya, dan tidak menjualnya.”
Kemudian Jabir ra menceritakan bahwa setelah itu orang-orang menghadapkan khamer yang mereka miliki ke jalan-jalan di Madinah, kemudian menumpahkannya.
Imam An Nawawiy mengatakan bahwa, “Mengenai bangkai, khamer, dan babi, seluruh kaum muslimin sepakat mengharamkan jual-belinya.” (Shahih Muslim Syarh Nawawiy, jld. XI, hal. 8). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid jilid I halaman 94, dan Imam Ibnu Hajar Al Asqalaniy dalam Fathul Bariy jilid IV hal. 426.
khalifah Umar berkata,
“Tidak halal berdagang sesuatu yang tidak dihalalkan memakan dan meminumnya.” (Al Baihaqy, jld. VI, hal. 14).
Dalam sebuah riwayat berasal dari Abu Amr Asy Syaibaniy mengatakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khatthab ra mendengar seorang dari Sawad (di daerah Irak) menjadi kaya karena berdagang arak, kepada penguasa setempat ia menulis perintah,
“Hancurkan apa yang dapat kalian hancurkan (yakni hancurkan tempat penyimpanan dan wadah-wadah khamer miliknya), dan lepaskan semua ternak kepunyaannya. Jangan ada seorang pun yang melindunginya.” [Abu Ubaid dalam Al Amwal, hal 266 dan Ibnu Hazm dalam Al Muhalla jld. IX, hal 9)
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ahmad, dari Rasulullah Saw.:
“Barangsiapa menahan (menutup) anggur pada hari-hari pemetikan, hingga ia menjualnya kepada orang Yahudi, Nasrani, atau orang yang akan membuatnya menjadi khamer, maka sungguh ia akan masuk neraka” [HR. at-Thabraniy dalam Al Ausath dan dishahihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqiy ada tambahan “orang yang diketahui akan membuatnya menjadi khamer”
Berdasarkan hadits ini, As Syaukani menyatakan haramnya menjual perasan anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamer (Nailul Authar, jld. V, hal. 234).
Imam As Syaukani tidak hanya membatasi jual beli anggur yang akan dijadikan sebagai khamer, tetapi juga mengharamkan setiap jual-beli yang membantu terjadinya kemaksiatan yang diqiyaskan pada hadits tersebut.
Dari Abu Hurairah ra. menceritakan bahwa ada seorang pria akan memberikan hadiah Rasulullah Saw. sebuah minuman khamer, maka Rasulullah Saw. berkata:
“Sesungguhnya khamer itu telah diharamkan.” Laki-laki itu bertanya, “Apakah aku harus menjualnya?”, Rasulullah Saw. menjawab, “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah aku harus memberikan kepada orang Yahudi?” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan, diharamkan pula diberikan kepada orang Yahudi.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Lalu apa yang harus saya lakukan dengannya?” Beliau menjawab, “Tumpahkanlah ke dalam selokan.” [HR. Al Khumaidi dalam Musnad-nya]
1 Komentar:
"Sebab saya keluar".
Lucu jika saya tlah memposting ini keesokannya cari uang merembet ke miras; membantu menjual, menawarkan dan menyuguhkan. Lebih baik bekerja dengan upah sedikit namun jelas halalnya, daripada besar tapi bercampur dengan bahkan berhubungan jelas dengan minuman keras... Saya tidak sepaham dengan mereka yang berprinsip keseimbangan, wajib itu wajib, salah ya salah... Walaupun pertobatan itu urusan Allah. Ditambah lagi ada aturan harus tetap bekerja tapi rela meninggalkan shalat Jum'at... wkwkwk
Posting Komentar